MAKALAH PEMERINTAH KOTA
MAKALAH PEMERINTAH KOTA
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Dalam era otonomi daerah sesuai dengan
ketentuan dalam UU No 22 Tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan daerah
akan sedemikian kuat dan luas sehingga diperlukan suatu peraturan
perundang-undangan yang ketat untuk menghindari ketidakteraturan dalam menyusun
kebijakan dalam bidang lingkungan hidup terutama dalam masalah penanganan
penegakan hukum lingkungan dalam era otonomi daerah.
Kewenangan Pemerintah Daerah menurut UU No 22
tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
sangatlah besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan kinerja dan penerapan kebijakan dalam bidang lingkungan hidup sangatlah dibutuhkan. Sistem Pemerintahan Daerah otonom sebelum UU No 22 tahun 1999 terbagi dalam Sistem Pemerintahan Administratif dan Otonomi, dalam Sistem Pemerintahan Administratif Pemerintah Daerah berperan sebagai pembantu dari penyelenggaraan pemerintah pusat yang dikenal sebagai azas dekosentrasi dalam UU No 54 tahun 1970 tentang Pemerintah Daerah, hal ini diaplikasikan dalam Pemerintahan Daerah Tingkat I dan Pemerintahan Daerah tingkat II.
sangatlah besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan kinerja dan penerapan kebijakan dalam bidang lingkungan hidup sangatlah dibutuhkan. Sistem Pemerintahan Daerah otonom sebelum UU No 22 tahun 1999 terbagi dalam Sistem Pemerintahan Administratif dan Otonomi, dalam Sistem Pemerintahan Administratif Pemerintah Daerah berperan sebagai pembantu dari penyelenggaraan pemerintah pusat yang dikenal sebagai azas dekosentrasi dalam UU No 54 tahun 1970 tentang Pemerintah Daerah, hal ini diaplikasikan dalam Pemerintahan Daerah Tingkat I dan Pemerintahan Daerah tingkat II.
Sedangkan dalam Sistem Pemerintahan Otonomi
Pemerintahan Daerah adalah mandiri dalam menjalankan urusan rumah tanganya.
Pemerintahan Daerah memerlukan alat-alat perlengkapannya sendiri sebagai
pegawai/pejabat –pejabat daerah dan bukan pegawai/pejabat pusat. Memberikan
wewenang untuk menyelenggarakan rumah tangga sendiri berarti pula membiarkan
bagi daerah untuk berinisiatif sendiri dan untuk merealisir itu, daerah
memerlukan sumber keuangan sendiri dan pendapatan-pendapatan yang diperoleh
dari sumber keuangan sendiri memerlukan pengaturan yang tegas agar di kemudian
hari tidak terjadi perselisihan antara pusat dan daerah mengenai hal –hal
tersebut diatas.
Pemerintahan Daerah diberikan kekuasaan yang
sangat besar dalam mengelola daerahnya terutama Pemerintahan Kota atau
Kabupaten. Maka dari ini penulis akan membahas tentang Pemrintah Kota.
b. Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud Pemerintahan Kota?
2.
Bagaimana
Sejarah Pemerintahan Kota?
3.
Apa
saja Pengaturan Pemerintah Kota?
4.
Bagaimana
Kedudukan Pemerintahan Kota?
5.
Bagaimana
Struktur Kelembagaan Pemerintahan Kota?
6.
Bagaimana
Cara pengisian pemerintahan kota?
7.
Apa
saja Tugas dan wewenang Pemerintahan kota?
8.
Bagaimana
Hubungan antar lembaga Pemerintahan Kota?
9.
Apa saja
Produk hukum Pemerintah Kota?
c. Tujuan Penulisan
Tujuan
disusunnya makalah ini adalah untuk mengetahui hakikat Pemerintahan Kota,
Sejarah Pemerintahan Kota, Pengaturan Pemerintah Kota, Kedudukan Pemerintahan
Kota, Struktur Kelembagaan Pemerintahan Kota, Cara pengisian pemerintahan kota,
Tugas dan wewenang Pemerintahan kota, Hubungan lembaga Pemerintahan Kota dan
Produk hukum Pemerintah Kota
d. Sistematika penulisan
Makalah
ini terbagi dalam 3 bab yaitu Bab I yaitu pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan, Bab II yaitu
pembahasan terdiri darihakikat Pemerintahan Kota, Sejarah Pemerintahan Kota,
Pengaturan Pemerintah Kota, Kedudukan Pemerintahan Kota, Struktur Kelembagaan
Pemerintahan Kota, Cara pengisian pemerintahan kota, Tugas dan wewenang
Pemerintahan kota, Hubungan lembaga Pemerintahan Kota dan Produk hukum Pemerintah Kota, dan ditutup dengan Bab III
yaitu Penutup yang terdiri dari Simpulan dan Saran
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Pemerintah Kota
Menurut Ranney (1982) pemerintah adalah “the
body of people and stutututiona that make and enforce laws for a particular
society”. Jadi pemerintah adalah keseluruhan orang dalam lembaga yang membuat
dan menegakkan aturan/hukum di satu masyarakat. Pemerintah adalah pihak yang
melakukan pemerintahan, sedang pemerintahan adalah tindakan atau proses
kegiatan untuk membuat dan menegakkan hukum dalam masyarakat tertentu.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi
atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undang-undang (UUD 1945 pasal 18 ayat 1).
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (UUD 1945
pasal 18 ayat 2).
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UU 32
tahun 2014 pasal 1 ayat 2.
Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi
dan kabupaten/kota terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantuoleh Perangkat
Daerah. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yangmemimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Perangkat Daerah adalah unsur
pembantu kepala daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan UrusanPemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah. Setiap Daerah dipimpin oleh kepala Pemerintahan
Daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk Daerah provinsi disebut
gubernur, untukDaerah kabupaten disebut bupati, dan untuk Daerah kota disebut
wali kota (UU 23 tahun 2014)
Kota adalah wilayah administratif yang
merupakan bagian dari propinsi. Dahulu,
Pemerintah Kota juga dikenal dengan sebutan Daerah Tingkat II, namun
sejak diberlakukannya undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang telah mengalami
pembaharuan menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004, istilah daerah tingkat
II ditiadakan. Kota merupakan daerah otonom yang memiliki wewenang guna
mengatur serta mengurus masalah pemerintahan sendiri, dimana pemerintahannya
dipimpin oleh seorang Bupati/ Walikota.Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama bukanpertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perkotaan,pemusatan dan distribusi pelayanan jasaserta perubahan
nama dan pemindahan ibukotapemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi. UU 22 tahun 1999
2.
Sejarah Pemerintah Kota
2.1 Pra-Kolonial
Pemerintah
kota merupakan hal baru di Indonesia, artinya lembaga tersebut pada awalnya
belum ada. Pemerintah kota baru dibentuk pada akhir masa kolonial Belanda,
yaitu pada awal abad ke-20 setelah diundangkannya Undang-Undang Desentralisasi
Tahun 1903. Pada masa pra-kolonial kota-kota di Indonesia masih berstatus
sebagai ibukota pemerintah dan tempat kedudukan kepala pemerintahan tertinggi
setempat. Pada masa pra-kolonial kota-kota bukanlah kawasan yang memiliki
pemerintahan tersendiri yang otonom. Kota pada waktu itu merupakan bagian dari
wilayah pemerintahan induknya. Kota kerajaan merupakan bagian dari wilayah kerajaan
yang dipimpin oleh raja, kota kabupaten merupakan bagian dari wilayah kabupaten
yang diperintah oleh bupati.
2.2 Kolonial
Pemerintah
kolonial Belanda ternyata memanfaatkan kota-kota yang telah ada sebelumnya
sebagai ibukota pemerintahan yang mereka bentuk. Tidak ada satupun kota di
Indonesia yang dibangun dari awal untuk kepentingan pemerintah kolonial. Mereka
hanya memanfaatkan kota yang telah ada, dan pada periode berikutnya mereka
meningkatkan dan membangun kota-kota tersebut menjadi lebih sempurna. Sebagian besar kota yang ditetapkan sebagai
gemeente adalah ibukota karesidenan, karena di kota-kota itulah berdiam
penduduk Belanda dalam jumlah yang cukup besar. Mereka adalah para pegawai
pemerintah, pegawai kantor dagang, serta pegawai perkebunan. Pembentukan
gemeente pada awalnya memang bertujuan untuk melayani warga kota berkebangsaan
Belanda, sedangkan untuk mengurus warga kampung Bumiputra pemerintah kolonial
menyerahkan hal tersebut kepada penguasa tradisional, yaitu para bupati.
Lembaga pemerintahan tradisional yang mengurusi kota diberi status inlands
gemeenten. Dengan demikian maka di kota-kota yang berstatus sebagai gemeente
terdapat dualisme pemerintahan, yaitu gemeente yang khusus mengurusi warga
Eropa, khususnya Belanda, serta inlands gemeenten yang mengurusi penduduk
Bumiputra yang tinggal di kampung-kampung. Pemberian status administrasi yang
jelas terhadap kota berdampak pada kejelasan batas-batas kota. Sebelumnya,
banyak kota yang tidak memiliki batas administrasi yang jelas, sehingga sulit
diidentifikasi seberapa luas sebenarnya kota tersebut.
Sampai
tahun 1916 kota-kota yang sudah ditetapkan sebagai gemeente belum memiliki
kepala pemerintahan definitif atau walikota. Kewenangan untuk mengurus gemeente
pada saat itu masih dipegang oleh asisten residen. Pengangkatan walikota atau
burgemeester baru dilakukan pada tahun 1916. Gemeente dilengkapi dengan lembaga
yang namnya gemeenteraad. Lembaga tersebut kadang-kadang berperan mirip
legislatif, karena merepresentasikan golongan etnis yang tinggal di kota
bersangkutan, tetapi kadang-kadang berperan sebagai organisasi eksekutif karena
dipimpin oleh burgemeester. Keanggotaan gemeenteraad merepresentasikan
golongan-golongan etnis yang tinggal di kota, antara lain golongan Eropa,
Bumiputra, Tionghoa, dan Timur Asing.
Beberapa kewenangan yang kemudian menjadi
kewajiban dari gemeente antara lain:
1.
Perawatan,
pembetulan, dan pembuatan jalan umum, jalan raya, lapangan, taman-taman,
tanaman di tepi jalan, pembuatan dan pemeliharaan got, pemasangan rambu-rambu
lalu-lintas, pembuatan dan pemasangan papan nama jalan, dan lain-lain yang
berkaitan dengan jalan umum.
2.
Pemeliharaan
kebersihan jalan raya dan penyiraman jalan jika musim kemarau.
3.
Penerangan
jalan raya.
4.
Bertanggung
jawab atas kebakaran dan menyediakan berbagai alat untuk keperluan pemadam
kebakaran.
5.
Penyediaan
dan pemeliharaan makam.
3.
Pengaturan Pemerintah Kota
- Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18
- 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- 3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU RI No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- 4. Peraturan Pemerintahan Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah
- 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
4.
Kedudukan Pemerintahan Kota
4.1 Walikota
Sebagai Kepala Pemerintahan
Dalam prakteknya ketentuan otonomi yang
diberikan kepada kota secara prinsip sama dengan ketentuan otonomi yang
diberikan kepada kabupaten. Kota juga menikmati status daerah otonom penuh dan
tidak mempunyai hubungan hirakis dengan gubernur, kecuali hubungan koordinatif
sesuai ketentuan perundang-undangan. Walikota berkedudukan sebagai kepala
pemerintahan kota yang bertugas melaksanakan kebijakan daerah kota dan
peraturan perundangan lain yang menjadi kewajibannya.
Walikota adalah alat daerah otonom kota yang
bersama perangkatnya adalah pelaksana kebijakan daerah kota yang dibuat bersama
DPRD Kota. Walikota dalam melaksanakan tugasnya mempertanggungjawabkan kepada
rakyat pemilihnya lewat DPRD Kota. Sebagai catatan, Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 telah menggariskan bahwa pemilihan gubernur, bupati, walikota yang
masa jabatannya berakhir pada pertengahan 2005 dan seterusnya akan dipilih
secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon
yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Walikota
sebagai kepala daerah kota otonom, juga memiliki kewajiban yang berkaitan
dengan pengelolaan kota sesuai kebijakan yang digariskan DPRD dan walikota,
diantaranya :
1. Mempertahankan
dan memelihara keutuhan NKRI
2. Memegang
teguh pancasila dan UUD 1945
3. Menegakkan
seluruh peraturan perundang-undangan
4. Meningkatkan
taraf kesejahteraan rakyat
5. Memelihara
ketertiban, keamanan dan ketentraman masyarakat
6. Bersama dengan
DPRD Kota membuat Peratura Daerah
7. Memimpin
penyelenggaran pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan
bersama DPRD Kota.
4.2 Walikota
sebagai Administrator
Administrasi
merupakan proses penyelenggaraan kebijaksanaan negara/pemerintahan dalam rangka
mencapai tujuan negara. Administrasi negara terdiri dari berbagai subsistem :
tugas pokok, fungsi kelembagaan, ketatalaksanaan, kepegawaian, sarana dan
prasarana. Sistem administrasi membentuk sistem kehidupan nasional.
4.3
Urusan Pemerintah Pusat yang dilimpahkan ke Pemerintah Kota
Berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 klasifikasi urusan
pemerintahan terdiri dari 3 urusan yakni urusan pemerintahan absolut, urusan
pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan
absolut adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang
dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.
Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Presiden sebagai kepala pemerintahan.
a. Urusan Pemerintahan Wajib
Urusan pemerintah wajib yang diselenggaraan
oleh pemerintah daerah terbagi menjadi Urusan Pemerintahan yang berkaitan
dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan
Pelayanan Dasar. Berikut pembagian urusan wajib.
Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara
Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota sebagaimana
disebutkan diatas didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan
eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Berikut kriteria-kriteria
urusan pemerintahan pusat, daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota.
Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat adalah:
1.
Urusan
Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah provinsi atau lintas negara
2.
Urusan Pemerintahan
yang penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas negara
3.
Urusan
Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah provinsi atau
lintas negara;
4.
Urusan
Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh
Pemerintah Pusat; dan/atau
5.
Urusan
Pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional.
Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi adalah:
1.
Urusan
Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota
2.
Urusan
Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota
3. Urusan
Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota,
dan/atau
4. Urusan
Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan
oleh Daerah Provinsi.
Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah:
1.
Urusan
Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota
2.
Urusan
Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota
3. Urusan
Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah
kabupaten/kota; dan/atau
4. Urusan
Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan
oleh Daerah kabupaten/kota.
b. Urusan Pemerintahan Pilihan
Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan
daerah dan pemerintah pusat dalam urusan pilihan adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya
mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2.
Urusan Pemerintahan
bidang kehutanan yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya
kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
3. Urusan
pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan
pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
4. Urusan
Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan
pemanfaatan langsung panas bumi dalam daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan
daerah kabupaten/kota.
5.
Struktur Kelembagaan Pemerintah Kota
Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah merupakan kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Setiap pemerintah daerah
dipimpin oleh Kepala Daerah yang dipilih secara demokratis. Gubernur, Bupati,
dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten
dan Kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi
disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota
disebut Wakil Wali Kota. Kepala dan Wakil kepala daerah memiliki tugas,
wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban
untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah
dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Struktur
Sistem Pemerintah Kota
5.1 Kepala Daerah Dan Wakil
Kepala Daerah
Kepala daerah dibantu oleh
seorang wakil kepala daerah. Kepala daerah provinsi disebut gubernur, dan
wakilnya disebut wakil gubernur. Sementara itu, kepala daerah kabupaten/kota
disebut bupati/walikota dan wakilnya disebut wakil bupati/wakil walikota. Dalam
menjalankan tugasnya, wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala
daaerah. Wakil kepala daerah dapat menggantikan kepala daerah apabila kepala
daerah tidak dapat menjalankan tugasnya selama enam bulan berturut-turut.
5.2 Sekretaris Daerah
Sekretaris daerah dipimpin oleh sekretaris daerah,
yang memiliki tugas dan kewajibannya membantu kepala daerah dalam menyusun
kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, sekretaris daerah bertanggung jawab kepada
kepala daerah.
5.3 Dinas Daerah
Dinas daerah merupakan unsur
pelaksanaan pemerintahan daerah. Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang
diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah, yang memenuhi syarat atas usul
sekretaris daerah. Dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada kepala
daerah melalui sekretaris daerah. Misalnya, dinas pekerjaan umum yang bertugas
mengurus dan membangun jalan raya atau jembatan.
5.4. Lembaga Teknis Daerah
Lembaga ini merupakan unsur
pendukung tugas kepala daerah. Tugasnya berperan dalam penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat khusus. Lembaga teknis daerah
berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Lembaga-lembaga tersebut
dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, dan direktur rumah sakit umum.
Mereka diangkat oleh kepala daerah yang memenuhi syarat atas usul sekretaris
daerah.
5.5 Polisi Pamong Praja
Satuan polisi pamong praja
merupakan perangkat pemerintahan daerah dalam memelihara ketentraman dan
ketertiban umum serta penegak peraturan daerah. Polisi pamong praja dibentuk
agar penyelenggaraan pemerintah di daerah dapat berjalan dengan baik.
5.6. Kecamatan
Kecamatan merupakan bagian dari
kabupaten/kota. Kecamatan terdiri atas beberapa kelurahan. Kecamatan dipimpin
oleh seorang camat. Camat bertanggung jawab kepada bupati/walikota.
5.7. Kelurahan
Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah yang
memiliki tugas sebagai berikut:
1.
Melaksanakan kegiatan
pemerintahan ditingkat kelurahan.
2.
Memberdayakan
masyarakat
3.
Memberikan pelayanan
kepada masyarakat
4.
Menyelenggarakan
ketentraman dan ketertiban umum
5.
Menegakkan peraturan
daerah
6.
Cara Pengisian Pemerintah Kota
6.1. Cara pengisian walikota dan wakil wali
kota menurut
UU No. 8 Tahun 2015 Pasal 1
Ayat 1: Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah
pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk
memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
Ayat 4: Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah peserta Pemilihan yang diusulkan
oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang
didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
Pasal 7: Tentang persyaratan menjadi Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
1.
Bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.
Setia
kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia
3.
Berpendidikan
paling rendah sekolah lanjutan tingkat atau satu sederajat
4.
Dihapus.
5.
Berusia
paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
6.
Mampu
secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh
dari tim dokter
7.
Tidak
pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih
8.
Tidak
sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap
9.
Tidak
pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan
catatan kepolisian
10. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi
11. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara
perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang
merugikan keuangan negara
12. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
13. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki
laporan pajak pribadi
14. Belum pernah menjabat sebagai Gubernur,
Bupati, dan Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama
untuk Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota
15. Belum pernah menjabat sebagai Gubernur,
Bupati, dan Walikota untuk Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan Calon
Wakil Walikota
16. Berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil
Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota yang mencalonkan
diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon
17. Tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur,
penjabat Bupati, dan penjabat Walikota
18. Tidak memiliki konflik kepentingan dengan
petahana
19. Memberitahukan pencalonannya sebagai
Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota
kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah,
atau kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bagi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah
20. Mengundurkan diri sebagai anggota Tentara
Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri
Sipil sejak mendaftarkan diri sebagai calon
21. Berhenti dari jabatan pada badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai calon.
6.2 Pemberhentian Walikota/Wakil Walikota
Pasal 173:
1.
Dalam
hal Gubernur, Bupati, dan Walikota:
a.
berhalangan
tetap; atau
b.
berhenti
atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota menggantikan
Gubernur, Bupati, dan Walikota.
2.
DPRD
Provinsi menyampaikan kepada Presiden penetapan Calon Gubernur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk diangkat dan disahkan sebagai Gubernur melalui
Menteri.
3.
DPRD
Kabupaten/Kota menyampaikan kepada Menteri penetapan Calon Bupati/Walikota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diangkat dan disahkan sebagai
Bupati/Walikota melalui Gubernur.
4.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengisian Gubernur, Bupati, dan Walikota yang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 174:
1.
Dalam
hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota tidak dapat menjalankan tugas karena alasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
2.
Partai
politik atau gabungan partai politik pengusung mengusulkan 2 (dua) pasangan
calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk dipilih.
3.
Dalam
hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota berasal dari perseorangan tidak dapat menjalankan tugas karena
alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan pengisian
jabatan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang calonnya berasal dari
partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah
kursi atau memiliki paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari perolehan
suara dapat mengajukan pasangan calon.
4.
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah melakukan proses pemilihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) berdasarkan perolehan suara terbanyak.
5.
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah menyampaikan hasil pemilihan kepada Presiden untuk
Gubernur dan Wakil Gubernur melalui Menteri dan untuk Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri melalui Gubernur.
6.
Dalam
hal sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Presiden menetapkan
penjabat Gubernur dan Menteri menetapkan penjabat Bupati/Walikota.
7.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengisian jabatan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 176:
1.
Dalam
hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhalangan tetap,
berhenti, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi
dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik/Gabungan Partai
Politik pengusung.
2.
Dalam
hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berasal dari calon
perseorangan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon Wakil Gubernur,
calon Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah
6.3 Pertanggungjawaban Walikota
a. Pasal 69:
1.
Selain
mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 kepala daerah wajib
menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, laporan keterangan
pertanggungjawaban, dan ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
2.
Laporan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
laporan kinerja instansi Pemerintah Daerah.
b. Pasal 70:
1.
Laporan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah memuat capaian kinerja penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah dan pelaksanaan Tugas Pembantuan.
2.
Gubernur
menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) kepada Presiden melalui Menteri yang dilakukan
1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
3.
Bupati/wali
kota menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) kepada Menteri melalui gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
4.
Laporan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
5.
Laporan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) digunakan sebagai bahan evaluasi dan pembinaan penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah oleh Pemerintah Pusat.
6.
Berdasarkan
hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri mengoordinasikan
pengembangan kapasitas Pemerintahan Daerah.
7.
Pembinaan
sebagaimana dimaksudpada ayat (5) dapat berupa pemberian penghargaan dan
sanksi.
c. Pasal 71:
1.
Laporan
keterangan pertanggungjawaban memuat hasil penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
2.
Kepala
daerah menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (1) kepada DPRD yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
3.
Laporan
keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibahas oleh DPRD untuk rekomendasi perbaikan penyelenggaraan
7.
Tugas dan Wewenang Pemerintahan Kota
Kepala daerah mempunyai tugas:
a.
Memimpin
pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b.
Memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
c.
Menyusun
dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD
kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD
d.
Menyusun
dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD,
dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk
dibahas bersama
e.
Mewakili
Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f.
Mengusulkan
pengangkatan wakil kepala daerah
g.
Melaksanakan
tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas kepala daerah
berwenang:
- a. Mengajukan rancangan Perda;
- b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
- c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;
- d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;
- e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika Kepala daerah
tidak bisa menjalankan tugas dan kewenanganya maka:
- · Kepala daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya.
- · Dalam hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah.
- · Apabila kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara dan tidak ada wakil kepala daerah, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.
- · Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.
8.
Hubungan Lembaga Pemerintahan Kota
- a. Bupati/walikota, adalah kepala daerah. Bupati adalah pimpinan pemerintahan kabupaten, sedangkan walikota adalah pimpinan pemerintahan kota. Dalam menjalankan tugasnya bupati dan walikota dibantu oleh wakil bupati dan wakil walikota.
- b. DPRD, adalah mitra kerja dari bupati/walikota. Dalam menjalankan tugasnya, DPRD disebut sebagai lembaga legislatif. DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas mengawasi jalannya pemerintahan di kabupaten/kota. Selain DPRD juga bertugas untuk membuat peraturan daerah dan menetapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).
- c. Instansi Vertikal, Instansi Vertikal adalah perangkat kementerian dan/atau lembaga pemerintah non kementerian yang mengurus Urusan Pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah otonom dalam wilayah tertentu dalam rangka Dekonsentrasi. Seperti Kantor wilayah Direktorat pajak dan kantor perwakilan departemen Agama di daerah. Pelaksanaan kantor-kantor wilayah ini sebaiknya memperhatikan fungsi dinas-dinas daerah yang sudah ada, sehingga daapt dicegah timbulnya saling tumpang tindih maupun kesimpang siuran dengan tugas dan wewenang yang sudah diserahkan ke daerah.
- d. Kepolisian resort (polres), merupakan lembaga kepolisian yang berada di tingkat kabupaten/kota. Polres dipimpin oleh seorang kepala kepolisian resort yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di kabupaten/kota.
- e. Komando distrik militer (kodim), adalah lembaga militer yang berada di tingkat kabupaten/kota. Dipimpin oleh komandan distrik militer (dandim). Kodim bertugas menjaga keutuhan wilayah kabupaten/kota dari ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar wilayah kabupaten/kota.
- f. Pengadilan negeri, merupakan lembaga peradilan yang berada di tingkat kabupaten/kota. Pengadilan negeri adalah tempat untuk mengadili perkara dan tempat orang mencari keadilan. Pengadilan negeri merupakan pengadilan tingkat pertama. Pengadilan negeri dipimpin oleh seorang hakim.
- g. Kejaksaan negeri, merupakan lembaga kejaksaan yang berada di tingkat kabupaten/kota. Kejaksaan negeri dipimpin oleh seorang jaksa. Jaksa bertugas menuntut perkara.
9.
Produk Hukum Daerah
Dalam Pasal
18 ayat (6) UUD 1945, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah
dan peraturan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.” Produk
hukum daerah adalah produk-produk hukum yang dihasilkan oleh daerah provinsi
dan daerah kabupaten/kota. Ditinjau dari sifatnya, produk hukum daerah dapat
dibagi menjadi dua. Pertama, produk hukum daerah yang bersifat pengaturan.
Kedua, produk hukum daerah yang bersifat penetapan. Produk hukum daerah yang
bersifat pengaturan ada tiga macam: peraturan daerah, peraturan kepala daerah,
dan peraturan bersama kepala daerah. Produk hukum daerah yang bersifat
penetapan ada 2 yaitu: Keputusan Kepala Daerah dan Instruksi Kepala Daerah. Dalam
Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006, disebutkan bahwa
“Penyusunan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan dilakukan berdasarkan
Prolegda”, atau Program Legislasi Daerah. Dalam praktiknya, peraturan daerah
atau disingkat Perda dapat memiliki nama lain yang setara derajatnya, seperti
Qanun di Aceh dan Perdasi di Papua. Sedangkan peraturan kepala daerah dapat
berwujud peraturan gubernur, peraturan bupati, atau peraturan walikota. Adapun produk hukum daerah yang bersifat
penetapan adalah keputusan kepala daerah dan penetapan kepala daerah.
9.1 Pembentukan Perda
Menurut
Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, Peraturan Daerah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kota/ Kabupaten. Perda sendiri termasuk
dalam hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang No. 12 tahun
2011. Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran
lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
1. Tahap perencanaan, terdiri dari :
a. Perencanaan penyusunan Prolegda;
Penyusunan
perencanaan Program Legislatif Daerah atau Prolegda. Baik perda provinsi maupun
perda kota/ kabupaten, memuat program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi
dengan judul Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, materi yang diatur, dan
keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Khusus materi yang
diatur, merupakan keterangan mengenai konsepsi Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi yang meliputi:
•
latar
belakang dan tujuan penyusunan;
•
sasaran
yang ingin diwujudkan;
•
pokok
pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
•
jangkauan
dan arah pengaturan.
Materi
yang telah melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam Naskah
Akademik. Naskah Akademik sendiri adalah naskah hasil penelitian atau
pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah
tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi
terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Prolegda disusun
bersama-bersama antara kepala daerah ( Gubernur atau Bupati/ Walikota)
masing-masing daerah dan DPRD ( Provinsi atau Kota/ Kabupaten).
b. Perencanaan penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah kumulatif terbuka; terdiri atas
·
Akibat
putusan Mahkamah Agung; dan
·
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi atau Kotamadya/ Kabupaten
c. Perencanaan penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah di luar Prolegda.
Dalam keadaan tertentu, DPRD Provinsi atau
Gubernur dapat mengajukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi di luar Prolegda
Provinsi:
•
Untuk
mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam;
•
Akibat
kerja sama dengan pihak lain; dan
•
Keadaan
tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu rancangan peraturan
daerah provinsi yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan dprd
provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan biro hukum.
2. Tahap penyusunan perda, terdiri dari atas
:
Dimulai
dengan penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) itu sendiri. Rancangan
bisa diajukan oleh kepala daerah dan bisa diajukan oleh DPRD. Rancangan
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud disertai dengan penjelasan atau
keterangan dan/atau Naskah Akademik.
Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah
mengenai:
•
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah ;
•
pencabutan
Peraturan Daerah ; atau
•
perubahan
Peraturan Daerah Pyang hanya terbatas mengubah beberapa materi,
3. Tahap Pembahasan Peraturan Daerah
Setelah tahap rancangan, selanjutnya masuk
dalam tahapan pembahasan. Isinya adalah :
·
Pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan oleh DPRD Provinsi bersama
Gubernur.
·
Pembahasan
bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan.
·
Tingkat-tingkat
pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPRD
Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
·
Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh
DPRD Provinsi dan Gubernur.
·
Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali
berdasarkan persetujuan bersama DPRD Provinsi dan Gubernur.
·
Karena
sifat mutatis mutandis, maka tahapan pembahasan diatas, diterapkan juga dalam
pembahasan di tingkat kotamadya/ kabupaten.
4. Tahap Penetapan dan Pengundangan PERDA
Tata cara penetapan PERDA diantaranya adalah
:
1.
Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi yang telah disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan
Gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD Provinsi kepada Gubernur untuk
ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi.
2.
Penyampaian
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
3.
Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tanda
tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan
Gubernur.
4.
Dalam
hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana tidak ditandatangani oleh
Gubernur dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
tersebut sah menjadi Peraturan Daerah Provinsi dan wajib diundangkan.
5.
Dalam
hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah.
6.
Kalimat
pengesahan harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah Provinsi
sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah Provinsi dalam LembaranDaerah.
7.
Untuk
PERDA Kotamadya ataupun Kabupaten juga sama prosesnya.
Sedang untuk pengundangan, PERDA diundangkan
dalam bentuk Lembaran Daerah, dan itu dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.
9.2. Keterlibatan Publik dalam Penyusunan
PERDA
Keterlibatan public dalam PERDA, diantaranya
adalah :
1.
Publik berhak
memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan khususnya Peraturan Daerah, mulai dari Proglegda sampai
penetapan PERDA.
2.
Masukan
secara lisan dan/atau tertulis dapat dilakukan melalui:
•
rapat
dengar pendapat umum;
•
kunjungan
kerja;
•
sosialisasi;
dan/atau
•
seminar,
lokakarya, dan/atau diskusi.
3.
Untuk
memudahkan publik dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis,
setiap Rancangan Peraturan Peraturan Daerah harus dapat diakses dengan mudah
oleh masyarakat.
Daftar
Pustaka
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
RI No 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU RI No 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintahan Nomor 18 tahun 2016
tentang Perangkat Daerah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun
2006 Tentang Jenis Dan Bentuk Produk Hukum Daerah

0 Response to "MAKALAH PEMERINTAH KOTA"
Post a Comment